Tuesday, September 16, 2008

Mengapa kita harus pensiun?


Sebelum menjawab pertanyaan ini harus jelas, siapa yang dimaksud kita dan pensiun itu spesies apa.

Pensiun itu adalah salah satu bentuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Yang dimaksud kata “kita” dalam bahasan ini, menurut UU No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, BAB XII, tentang PHK, pasal 150 :”Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Jadi kita, sebelum pensiun, terlingkupi oleh pasal di atas, selaku salah satu pekerja di suatu badan usaha berbadan hukum yang bernama PT. Telkom.

Masalah PHK itu, antara lain diatur dalam Pasal 151, ayat (3) : “Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”

Pasal 151 itu dilengkapi perkecualian untuk PHK dari “spesies” Pensiun, dengan Pasal 154 yang berbunyi :”Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal :
bla……bla………bla………
c. pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan”.

Nah, kalau suatu ketika keadaan kita cocok dengan apa yang disebut dalam butir c di atas, maka pensiunlah kita.

Pada saat pensiun kita dilingkupi oleh pasal 167, ayat :
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ti-dak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Penjelasan pasal 167 :
Ayat (3)
Contoh dari ayat ini adalah :
Misalnya uang pesangon yang seharusnya diterima pekerja/buruh adalah Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan besarnya jaminan pensiun menurut program pensiun adalah Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) serta dalam pengaturan program pensiun tersebut telah ditetapkan premi yang ditanggung oleh pengusaha 60% (enam puluh perseratus) dan oleh pekerja/buruh 40% (empat puluh perseratus), maka :
Perhitungan hasil dari premi yang sudah dibayar oleh pengusaha adalah : sebesar 60% x Rp 6.000.000,00 = Rp 3.600.000,00
Besarnya santunan yang preminya dibayar oleh pekerja/ buruh adalah sebesar 40% X Rp 6.000.000,00 = Rp 2.400.000,00
Jadi kekurangan yang masih harus dibayar oleh Pengusaha sebesar Rp 10.000.000,00 dikurangi Rp 3.600.000,00 = Rp 6.400.000,00
Sehingga uang yang diterima oleh pekerja/buruh pada saat PHK karena pensiun tersebut adalah :
o Rp 3.600.000,00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 60% dibayar oleh pengusaha)
o Rp 6.400.000.00 (berasal dari kekurangan pesangon yang harus di bayar oleh pengusaha)
o Rp 2.400.000.00 (santunan dari penyelenggara program pensiun yang preminya 40% dibayar oleh pekerja/buruh)
_____________________________________________________________ +
Jumlah Rp12.400.000,00 (dua belas juta empat ratus ribu rupiah)

Demikian ulasan ini semoga dapat menjadi bahan olahan lebih lanjut.

No comments: